Jumat, 24 Februari 2017

Ada Glenelg di Ujung Jalan Itu



‘Tet tot’ suara nyaring terdengar dari ticket machine yang berada di dalam tram yang kutumpangi. Tiket kecil yang kubeli seharga AUD 4 itu melompat keluar, ditolak oleh mesin. Dengan cekatan tanganku menangkap tiket kecil bertuliskan ‘Adelaide Metro’ yang terlempar itu, sambil mataku berkeliaran dengan panik, menyapu seluruh isi gerbong. Hhmm, untung gerbong ini sepi, jadi aku bisa dengan leluasa menyembunyikan rasa malu atas penolakan mesin tiket tadi.
 
tram tujuan Glenelg
Kujelajahi dinding gerbong tram yang berisi banyak sekali tulisan berbahasa Inggris. Setelah menemukan tulisan berisi peraturan di dalam gerbong, aku membaca dengan lebih perlahan, mencari sebab kenapa tiketku ditolak.
 
bangunan ini merupakan ikon Glenelg
‘Free for CBD’ ternyata itulah permasalahannya, sangat sederhana sekali, karena aku masih berada di dalam lingkungan CBD alias Central Business District yang tidak memerlukan tiket, maka mesin menolak tiketku. Pinter banget nih mesin, tau aja kalau tram masih bergerak di wilayah CBD. Aku memang baru saja naik tram ini dari Rundle Mall yang masih berada di dalam wilayah CBD.
 
jetty di Glenelg Beach
Aku duduk menyelonjorkan kaki di bangku tram yang sepi ini. Seorang perempuan berkulit pucat dan berambut cokelat tersenyum dan menyapaku. “Hi. Where will you go?” tanyanya menggunakan bahasa setempat. “Gleneg” jawabku singkat menyebutkan tempat tujuanku. Sebenarnya tempat itu bertuliskan ‘Glenelg’ di dalam peta, tetapi karena aku tidak tau cara membacanya yang benar, jadi aku hilangkan saja huruf ‘L’ dibelakang biar lebih gampang.


Perempuan berambut cokelat di depanku tersenyum geli “Actually, your pronunciation is incorrect. Yang benar adalah… gli… nel…” katanya membetulkan cara membacaku. Owh, ternyata ‘glenelg’ cara pengucapannya adalah ‘glinel’.


Glenelg merupakan sebuah tempat yang berada di ujung salah satu jalur tram yang membelah Kota Adelaide. Aku jadi penasaran, seperti apa sih ujung jalur tram itu? Karena kalau melihat di peta, ujung jalur tram tujuan Glenelg cuma ada satu jalur dan berhenti tepat di pinggir pantai.


Jalanan kota Adelaide yang lebarnya biasanya keterlaluan itu (bisa muat untuk delapan jalur mobil), semakin menyempit ketika tram semakin jauh meninggalkan pusat kota. Lebar jalan yang bisa memuat sampai enam mobil, sedikit demi sedikit berkurang ukuran lebarnya. Sampai kemudian, hanya menyisakan satu lajur saja, beberapa ratus meter sebelum tram sampai di ujung jalan.
 
dari ujung jetty
Karena hanya tersisa satu lajur, maka mobil dan tram harus bergantian dalam menggunakan jalan ini. Jika ada tram yang sedang melintas, mobil tidak dapat menggunakan jalan ini, atau mobil dapat berjalan pelan di belakang tram sampai jalan berbelok sebelum Moseley Square. Disamping kanan dan kiri jalan Jetty Road dipenuhi toko souvenir dan café-café yang mengimpit jalur tram yang sempit.






Baca juga : 

Kamis, 23 Februari 2017

Kelud - oleh Zita, kelas 2 SD

Pada hari Jumat pagi saya dan keluarga saya sudah bersiap akan pergi berlibur ke rumah kakak sepupu saya di Kediri. Saya pergi menaiki mobil pribadi. Saya sampai di Kediri pukul empat pagi. Di Kediri saya pergi ke Gunung Kelud. Saya sampai di rumah pukul sembilan.

Rabu, 15 Februari 2017

Mengejar Mimpi ke Jepang



“Luffy, Zoro, Sanji” aku sedang duduk santai bersama si kecil Zita di ruang tengah, sambil menonton film One Piece yang saat ini sedang menjadi film favorit Zita. Gara-gara sering nemenin Zita nonton, aku jadi nge-fans sama Roronoa Zoro si pengguna tiga pedang dan selalu tersesat itu. Sebelum jatuh cinta pada One Piece, Zita rutin nonton Detektif Conan dan mengkoleksi komiknya. Berawal dari komik Jepang yang sering disebut sebagai ‘manga’ inilah, Zita jadi ingin berkunjung ke Jepang.

Zita juga semangat belajar bahasa Jepang dan banyak hapal lagu-lagu Jepang. Lagu Jepang itu susah lho, apalagi menyanyikannya tanpa teks, aku sudah mencobanya dan gagal total. Tetapi tidak demikian dengan Zita, sejak di awal usianya yang ketujuh tahun, dia sudah hapal banyak lagu Jepang. Begitulah dahsyatnya kekuatan sebuah mimpi, menjadikan hal yang sulit menjadi mudah.
 Yume Wo Kanaete

Itulah hebatnya Jepang, bisa menanamkan benih-benih mimpi ke dalam kepala anak-anak, dengan komik-komik Jepangnya yang dikenal dengan sebutan ‘manga’. Jepang bisa membuat anak-anak mengajak orang tua mereka untuk pergi ke Jepang hanya sekadar demi mengisi liburan sekolah mereka.

Jepang dengan budaya baju kimono mereka, kuliner mereka seperti ramen, sushi, dan onigiri, yang membuat Zita penasaran ingin sekedar mencicip. Jepang dengan kereta super cepat mereka yang sering menghiasi berita di layar televisi, maupun lembaran koran, mempertontonkan keunggulan transportasi mereka, membuat siapapun pecinta kereta ingin merasakan kecepatannya.
 
sumber : www.efenerr.com
 
kimono. sumber : www.backpackstory.me
Aku jadi teringat pada kisah tentang Hachiko, seekor anjing yang terus dikenang sebagai lambang kesetiaan anjing terhadap majikan. Setelah majikannya meninggal, Hachiko terus menunggu majikannya yang tidak kunjung pulang di Stasiun Shibuya, Tokyo. Patung Hachiko di depan Stasiun Shibuya berhasil menciptakan rasa penasaranku untuk dapat berkunjung kesana dan melihatnya secara langsung.
 Kimi Ga Ireba

Ah, Jepang, kamu berhasil menjadikan dirimu sebagai tempat wisata favorit bagi banyak orang.

“Bunda, aku ingin ke Jepang melihat sakura” kata Zita ketika melihat sebuah iklan kecantikan yang memperlihatkan taburan bunga sakura di musim semi. ‘’Bunda, aku ingin ke Osaka, ketempat Heiji Hattori” kata Zita di hari yang lain lagi. ‘’Bunda, aku ingin ke SMA Teitan‘’ kata Zita lagi ketika melihat Shinichi Kudo dan Ran Mouri berjalan bersama di sekolah yang entah benar ada, atau hanya imajinasi seorang Aoyama Gosho.

Ah, Jepang, sungguh engkau berhasil membuat begitu banyak ingin di benak seorang Zita.
 
Osaka Castle. sumber : www.efenerr.com


“Itadakimas” kata Zita setiap kali hendak menyuap makanan, “Oyasuminasai” mulutnya bersuara sebelum terlelap, “Ohayou gozaimasu” katanya setiap kali suara ayam berkokok terdengar. Hanya kata-kata sederhana seperti itu yang berhasil dihapalkan Zita untuk saat ini, tapi ini semua merupakan sumbu yang menyulut mimpi Zita untuk bisa berkunjung ke Jepang, dan aku yakin akan lebih banyak kosakata yang dapat dihafalkannya di kelak hari selain konnichiwa, konbanwa, arigatou gozaimasu, sumimasen, tadaima, dan ogenki desuka.

Mimpi, hanya ada di angan-angan. Tapi tidak menutup kemungkinan, akan ada perahu yang bisa menyeberangkan mimpi itu kepada kenyataan.

Apa jadinya dunia tanpa mimpi? Pasti episode One Piece tidak akan sebanyak sekarang, karena tidak ada mimpi Luffy untuk menjadi King of Pirate, atau mimpi Zoro untuk menjadi pengguna pedang terkuat di dunia, maupun mimpi Sanji untuk menemukan All Blue. Lalu, mana mimpimu?

Akankah mimpi seorang anak bernama Zita menjadi kenyataan di kemudian hari? Semoga.
 We Are - opening One Piece

Apakah kamu mempunyai mimpi yang sama dengan Zita? Kalau iya, segera ikuti lomba blog yang diadakan HIS Travel Indonesia supaya kamu dapat mewujudkan mimpimu untuk dapat pergi ke Jepang, menjadi nyata.

HAnavi 



Senin, 06 Februari 2017

Narsis di De Mata Trick Eye Museum Jogja



Bagi yang pernah ke Madam Tussaud Singapore, tau dong kalau disebelah Madam Tussaud Singapore ada Trick Eye Museum? Nah, di Jogja ternyata ada juga lho Trick Eye Museum yang juga bersebelahan dengan Madam Tussaud ala Jogja yang bernama de Arca. Tapi kali ini aku bukan mau membahas de Arca ya, melainkan mau bercerita tentang de Mata, Trick Eye Museum ala Jogja.
tolong aku bunda, aku takut jatuh
de Mata yang berlokasi di XT Square, Gedung Umar Kayam, Jln Veteran no.151 Pandeyan, Umbulharjo, Yogyakarta, buka setiap hari dari jam sepuluh pagi sampai sepuluh malam. Tempat ini lumayan ramai dikunjungi wisatawan, mungkin karena aku kesini pas musim libur sekolah kali ya, jadi tempat ini penuh banget sama orang-orang yang ingin foto di tempat-tempat keren yang banyak tersedia di dalam gedung ini. Saking penuhnya nih tempat, aku harus antri tiap mau mengambil foto.

wow, Zita bisa melayang


de Mata sebenarnya ada dua bagian, yaitu de Mata 1 dan de Mata 2 yang masih satu komplek dengan de Arca (statue art museum). Untuk harga tiket de Mata 1, hari Senin – Jumat jam 10 – 15 harga tiketnya 30.000 dan jam 15 – 22 harga tiketnya 40.000 sedangkan untuk Sabtu – Minggu dan hari libur, harga tiketnya 50.000 dan free bagi yang ulang tahun pada tanggal kunjungan (aku nyesel karena kesini sehari setelah hari ulang tahunku, tahun depan kesini lagi ah pas hari ultah).
Terus ada apa saja sih di dalam de Mata 1? Nah, langsung saja kita lihat foto-fotonya yaa. Begitu menginjakkan kaki di dalam area de Mata 1, maka petualangan kami pun dimulai. Untuk foto di tempat ini jangan malu berpose aneh dan gila, terus perhatikan juga mimik wajah harus sesuai dengan latar belakang tempat kita mengambil foto. Misal pasang wajah takut atau serem. Sesuaikan aktingmu dengan background yaa.

Siapkan ide-ide pose yang menarik, jangan sampai mati gaya karena di tempat ini ada lebih dari 100 spot keren yang membutuhkan kreativitas kita dalam bernarsis ria. Beberapa spot foto membutuhkan pose gaya yang agak ekstrim sampai badanku pegal-pegal saking semangatnya berpose. Untuk selanjutnya, biarkan gambar yang berbicara.
 
tolong aku gajah, help me








 
hosh... hosh... balapan manjat

 
kepalaku jadi santapan raksasa

 
bidadari
hentikan adu tembak kalian! janganlah memperebutkan dirikuuhh...
aaahhrrrgggg... aku masuk mulut buaya
perahu kertas

 
wow aku bisa merayap di dinding, ... kayak cicak dong