Senin, 21 November 2016

Ada Yang Mirip Hogwarts di The University of Adelaide



The University of Adelaide, adalah alasan utamaku datang ke Australia, yaitu untuk menyusul si ayah yang sedang kuliah disini.


Kalau aku disuruh mengisi formulir pendaftaran beasiswa Australia, mungkin pilihan pertamaku adalah Monash University di Melbourne karena memang hanya itu universitas yang aku tahu di Australia. Haha. Ketauan nih kupernya. Pilihan kedua aku akan memilih Universitas Nasional Australia yang sering disingkat ANU (The Australian National University), karena letaknya yang berada di pusat pemerintahan Australia yaitu di Canberra, ibukota Australia. Selain itu, Canberra juga berada di antara Sydney (utara), Melbourne (selatan), dan Adelaide (barat), jadi bisa traveling kemana-mana.


Nah, untuk pilihan ketiga, aku akan memilih The University of New South Wales (UNSW) di Sydney, karena namanya yang keren. Jadi kalau ada yang tanya “kuliah dimana?” Jawabnya “UNSW”. Keren kan? Sayangnya, otakku tidak sekeren itu untuk bisa mendapat beasiswa kuliah di Australia. Tetapi, si ayah ternyata berhasil mendapat beasiswa ADS (Australia Development Schoolarship) yang sekarang sudah berganti nama menjadi AAS (Australia Award Schoolarship). I’m proud of you ayah. Padahal ketika kami berdua dulu sama-sama bersekolah di Gladiool High School Magelang, kepintaran dan nilai rapotku tidak jauh beda sama si ayah (kata si ayah : masak sih?), tetapi ternyata dia lebih beruntung bisa kuliah gratis di Australia.


Ngomongin tempat pilihan untuk kuliah di Australia, Adelaide memang kalah pamor dari Sydney, Melbourne, ato Perth. Padahal, biaya hidup di Adelaide jauh lebih murah dibanding Sydney dan Melbourne lho, jadi kalau kamu sekolah di Adelaide, kamu bisa menyisihkan uang saku lebih banyak. Seperti si ayah nih, bisa mendatangkan istri dan anaknya untuk menyusul ke Australia dari sisa uang saku kuliah, serta membeli sebuah Camry di Adelaide padahal di Indonesia dia blom bisa membeli mobil dari uang gajinya di Indonesia. Hiks. Sayang Camry-nya tidak bisa dibawa pulang ke Indonesia.

Sejarah Singkat Adelaide University
Adelaide University merupakan universitas negeri di Adelaide, South Australia. Didirikan pada tahun 1874, universitas ini menjadi yang tertua ketiga di Australia setelah The University of Sydney yang didirikan tahun 1850, dan The University of Melbourne yang berdiri pada tahun 1853.

Bangunan Unik dan Klasik Adelaide University
Bangunan di Adelaide University ini keren-keren lho, banyak yang unik, seperti kastil kerajaan jaman dahulu.
mirip kastil Hogwarts ya?

Letak Adelaide University juga lumayan strategis di tengah kota, di daerah North Terrace, bersebelahan dengan State Library of South Australia (Perpustakaan Negara Bagian Australia Selatan) dan South Australian Museum, serta berseberangan dengan Rundle Mall (tempat nongkrong asyik dimana sepanjang jalan banyak pengamen. Ssstt… pengamen disini keren-keren lho, tidak lusuh dan lecek. Kebanyakan pengamen adalah bule ganteng yang duduk di sebuah kursi tinggi, dan bernyanyi sambil memetik gitar).

Dari Adelaide University, kita juga tinggal berjalan kaki ke arah barat jika ingin melihat Parliament of South Australia. Gedung pemerintahan Negara Bagian Australia Selatan ini mirip dengan Parliament of Victoria di Melbourne.
 
Perpustakaan Negara Bagian Australia Selatan
Mau Masuk Gedung? Harus Punya Kunci!
Untuk dapat masuk ke bangunan-bangunan unik Adelaide University ini, kamu harus mempunyai kartu mahasiswa yang dapat digunakan sebagai key card. Jadi tidak sembarang orang bisa masuk. Contohnya aku nih, pas ditinggal si ayah yang sedang menemui dosen untuk membahas tugas kuliah, aku lebih memilih menunggu di luar gedung. Tiba-tiba Zita pengen pipis. Lha, padahal toilet adanya di dalam gedung. Karena aku tidak mempunyai kartu mahasiswa yang dapat digunakan sebagai key card (malangnya aku), akhirnya aku terpaksa mencari toilet umum di luar lingkungan kampus. Sebenarnya bisa juga sih, kita nunggu di samping pintu, terus kalau ada mahasiswa yang membuka pintu, kita ikutan masuk.
Hanya gedung Hub Central yang berada di tengah kampus, yang bebas dimasuki oleh umum, tanpa perlu memakai kunci.

Ada juga nih free wifi di lingkungan kampus, tapi lagi lagi, hanya mahasiswa yang mempunyai password nya, dan setiap mahasiswa mempunyai password yang berbeda-beda.
 
Zita di salah satu sudut kampus
Torrens River
Jika di Washington ada Potomac River, di Paris ada Seine River, di Melbourne ada Yarra River, maka di Adelaide ada Torrens River yang membelah kota Adelaide. Di belakang kampus Adelaide University, ada sebuah taman tempat kita bisa menikmati ketenangan aliran Sungai Torrens, serta aneka unggas yang banyak berkeliaran di taman ini. Tempat ini sangat tenang, cocok dijadikan tempat belajar ketika UTS atau UAS, membaca buku sambil tiduran di atas rumput hijau, ditemani burung-burung kecil yang banyak hilir mudik.


 
bagian belakang kampus
 
ada banyak tugu seperti ini mengelilingi kampus
 
akankah kelak Zita kuliah disini?
Baca juga :

Jumat, 11 November 2016

Bersantai di Pantai Lagoi



Lagoi merupakan sebuah kawasan wisata di Pulau Bintan. Letaknya lumayan jauh dari Tanjung Pinang yang merupakan pusat keramaian di Pulau Bintan. Untuk dapat sampai ke Lagoi dari Tanjung Pinang, kamu tinggal ikuti jalan raya Tanjung Pinang – Tanjung Uban.


Jalanan yang kulalui sangat sepi. Hanya beberapa kali aku berpapasan dengan kendaraan lain. Rumah penduduk pun jarang aku temui di pinggir jalan, hanya pepohonan dan rerumputan yang setia menemani perjalananku. Wah kalau jalan malam sepertinya syerem nih. Sedangkan untuk petunjuk jalan, tidak satupun papan nama Lagoi aku temui, jadi aku mengikuti tanda jalan menuju Tanjung Uban (informasi ini aku peroleh dari penduduk setempat. “ikuti tanda jalan menuju Tanjung Uban saja mbak, nggak akan tersesat” kata salah satu penduduk tempatku bertanya).


Setelah berkendara cukup jauh, akhirnya aku menemukan gerbang masuk Lagoi di sebelah kanan jalan. Biaya masuk ke kawasan wisata ini cuma lima ribu rupiah per mobil (jumlah orang yang ada di dalam mobil tidak dihitung alias diabaikan, yang dihitung cuma jumlah mobilnya).


Di kawasan wisata ini, ada banyak pantai yang dapat kita kunjungi, tetapi sepertinya sebagian besar pantai disini merupakan milik resort, sehingga tidak bisa kita nikmati kalau kita tidak menginap di salah satu resort ini. Aku berkendara menuju pantai yang katanya paling indah di kawasan ini, namanya Lagoi Bay. Dari gerbang utama, Lagoi Bay masih lumayan jauh, begitu pula dengan pantai-pantai yang lain, letaknya berjauhan.


Begitu sampai di Lagoi Bay, aku ragu-ragu untuk masuk, soalnya ada Swiss Belhotel yang super megah dan terlihat mewah berdiri gagah di pinggir pantai ini. Jangan-jangan nih pantai khusus untuk penghuni hotel? pikirku waktu itu. Mana banyak satpam di setiap sudut tempat lagi. Nanti kalau diusir satpam gimana? Akhirnya aku hanya muter-muter di tempat parkir sampai bosan sendiri.
 
Swiss Bel Hotel
“Pak, disini benar Lagoi Bay ya?” kuberanikan diri bertanya pada salah satu satpam setelah aku bosan muter-muter nggak jelas di tempat parkir. “Benar mbak.” “Kalau mau ke pantai itu bayar nggak?” tanyaku lagi sambil menunjuk ke pantai yang terlihat menarik tapi pintunya dijaga oleh dua orang satpam di kiri kanan. “Enggak mbak, gratis kok.” Cabuuutt… aku melangkah dengan riang gembira ke pantai, bersama Zita yang sudah tidak sabar pengen bermain air.


Ombak di Lagoi ini sama seperti ombak-ombak lain di pantai-pantai Pulau Batam, Pulau Rempang, dan Pulau Bintan yang sudah kukunjungi sebelumnya, yaitu bergelombang kecil dan pantainya landai, tidak seperti pantai selatan Jawa yang ombaknya besar-besar. Jadi di Lagoi ini Zita bisa puas bermain air tanpa takut terseret ombak.
 
ombaknya kecil
Ada tempat bilas disediakan dipinggir pantai, gratisss. Banyak petugas kebersihan yang mondar mandir memungut sampah sehingga kebersihan di pantai ini sangat terjaga. Ada juga café dan minimarket dengan harga wajar (tidak dinaikkan setinggi langit seperti kebanyakan tempat wisata. sebelum masuk minimarket untuk membeli sabun aku sempat ragu, takut harganya mahal karena minimarket disini terlihat mewah, ternyata harga barang-barang di dalamnya sama saja dengan minimarket lain di pinggir jalan).
 
bersih dimana mana
Nah, ada cerita nih. Pas aku bosan duduk-duduk manis di Lagoi Bay nungguin Zita yang asyik bermain aer sama om-nya (adikku), aku iseng-iseng berjalan menyusuri pantai agak menjauh dari Lagoi Bay. Dikejauhan ada rumah kayu unik diatas air yang tertangkap mataku. Penasaran dong, pengen nyamperin dan selfi di rumah kayu itu. Eh, pas udah dekat, aku disemprit pak satpam, katanya nggak boleh kesitu. Mungkin rumah kayu itu merupakan properti milik salah satu resort disitu. Kecewa deh nggak bisa foto cantik di rumah kayu.


Cara Menuju Lagoi
Kebanyakan transaksi di berbagai resort di Lagoi ini menggunakan mata uang dollar karena banyak wisatawan mancanegara yang berkunjung ke tempat ini. Untuk wisatawan mancanegara, biasanya mengakses tempat ini melalui jalur laut dari Singapore langsung menuju Pelabuhan Bandar Bentan Telani yang ada di kawasan Lagoi.


Jika kamu dari Jakarta, kamu bisa terbang langsung dari CGK ke Bandara Raja Haji Fisabilillah yang mempunyai kode TNJ dan terletak di ibukota Kepulauan Riau yaitu Tanjung Pinang. Dari bandara TNJ ke Lagoi, dapat ditempuh dengan perjalanan darat dengan jarak sekitar 65 km.


Kalau aku sih kemarin terbang dari Yogyakarta ke Hang Nadim Batam, kemudian naik kapal dari Telaga Punggur Batam ke Sri Bintan Pura Tanjung Pinang, lalu dilanjutkan dengan perjalanan darat selama kurang lebih satu setengah jam menuju Lagoi.


Baca juga :